hadis mantasabaha

Hadits "Man Tasyabbaha bi-Qaumin fahuwa Minhum", itu hadits bermasalah. Sebagian mengatakan shahih, sebagian mengatakan hadits tidak shahih. Kalau pun itu shahih, maka yang dimaksud adalah menyerupai orang-orang kafir dalam pakaian dan perbuatannya yang khusus. Tetapi ada yang shahih yang tidak pernah disampaikan oleh sementara orang, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari bersumber dari shahabat Abdullah bin Abbas, beliau mengatakan

كان النبي - صلى الله عليه وسلم - يحب موافقة أهل الكتاب فيما أي في أمر لم يؤمر فيه
Rasulullah itu menyukai untuk menyamai orang-orag Yahudi dan Nasrani (ahli kitab) selama tidak ada perintah untuk menjauhi, atau dengan kata lain, selama tidak ada larangan.

Contohnya oleh sahabat Ibnu Abbas, Rasulullah Saw. itu pada awalnya kalau menyisir rambut itu memakai jambul didepan, dan itu tradisi orang-orang musyrikin, tetapi kemudian Rasulullah Saw mengubah cara menyisir rambut dengan dibelah ke kanan dan ke kiri, dan itu adalah tradisi orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dan Rasulullah menyukai yang kedua itu, maka Ibnu Abbas mengatakan Rasulullah suka menyamai Ahl kitab selama tidak ada larangan.

Jadi Islam itu sangat lentur (fleksibel) sekali sebenarnya. Yang bikin sumpek dan kaku itu hanya sebagain orang Islam, ada unsur yang namanya 'tasyaddud', mempersulit diri.

Makanya saya diberbagai daerah, apakah di Bali, Papua, daerah Dayak, saya sering 'menyentil', "anda bangun masjid (di Bali), kenapa nggak anda adobsi itu budaya-budaya Bali?". Perlunya apa? orang Bali ketika masuk masjid tidak akan merasa asing. Inilah pendekatan budaya; orang tidak akan merasa asing sebab itu adalah budaya sendiri. Kami sebut juga (yang demikian) ketika berkunjung ke Tarakan, Nunukan dan lain-lain. "Kenapa ornamen-ornamen Dayak tidak kamu masukkan kedalam masjid?". Mungkin anggapannya haram, dan (mengira) bahwa masjid itu harus pakai kubah. Saya mengatakan: kubah itu tidak berasal dari Islam, coba sebutkan darimana dalil bahwa dalam Islam itu harus membentuk kubah?. Saya sekarang mengatakan, yang namanya Kubah itu berasal dari Gereja. 

Ketika Islam masuk ke Konstantinopel, pada sekitar abad ke-9 (kalau tidak salah), itu yang membawa kesana adalah Sultan Muhammad Al Fatih al-Tsani dari dinasti Utsmaniyah. Di Konstantinopel yang kemudian diubah namanya menjadi Istanbul, ada gereja yang sangat besar yaitu gereja Aya Sofia. Gereja ini kemudian diubah fungsinya menjadi Masjid, sekarang jadi museum. Kemudian Sultan Ahmad dari khilafah Utsmaniyah berkeinginan membuat masjid yang megahnya seperti Gereja Aya Sofia, maka dibangunlah Masjid Sultan Ahmad yang kemudian kondang dengan sebutan Masjid Biru. Kemegahan itulah, bentuk-bentuk kubah yang mengadobsi dari gereja romawi timur menyebar ke negara-negara Arab; Mesir dan sebagainya, dari itu kemudian menyebar ke Indonesia, ke Istiqlal, ke Priuk, dan sebagainya. 

Jadi kalau dilacak aslinya, kubah itu darimana? itu dari Gereja. Tetapi tidak ada orang mengatakan kubah ini haram, karena apa? karena sudah terpatri (dalam benak umat) bahwa kubah ini berasal dari Islam. 

Seperti itu juga misalnya, saya pernah disuatu masjid, dengan tenang aja suatu masjid memutar nyanyian Ummi Kultsum. Katanya itu mendapat pahala, karena lagunya pakai bahasa Arab. Tetapi kalau lagu Ludruk, itu ada perasaa berdosa, karena terlanjur salah persepsi. Seolah-seolah apa yang adari arab itu mesti Islam, padahal itukan budaya. Kalau sama-sama budaya, apa bedaya budaya arab dengan budaya Jawa, sama sebenarya dari sisi budaya, yaitu dari sisi bahwa itu tidak ada dalil yang melarang dalam agama. 

Tadi kami sampaikan, soal busana. Sebenarnya dalam Islam itu hanya mengamatkan 4 hal saja, yang kami rumuskan dalam 4 T, yaitu Tutup aurat, Tidak transparan, Tidak ketat, dan Tidak menyerupai pakaian lawan jenis. Itu (nilai) Islam, adapun modelnya mau seperti apa, silahkan saja. Asal 4 sudah terpenuhi, maka model apapun boleh.

Sekarang kita perlu membedakan, mana yang datang dari Nabi Muhammad Saw yang berupa ajaran agama dan mana yang berupa budaya yang kita boleh ikut dan boleh tidak?. Ada tanda-tanda begini, hal-hal yang bersifat budaya, itu selain Rasulullah juga dikerjakan oleh yang lain. Beda dengan yang berupa ajaran agama, orang-orang non-muslim tidak mengerjakan. Makan itu budaya, seperti makan roti dan sebagainya. Nah unsur agamanya dimana? memulai dengan baca Basmalah, memakainya dengan tangan kanan, dan ditutup dengan Hamdalah, tidak isrof (berlebih-lebihan), nah unsur agamanya disitu. Itulah yang harus kita ikuti. Adapun bentuknya, roti, dll, itu terserah budaya masing-masing.

... Disini lain, budaya-budaya yang sifatnya lokal dapat diadobsi oleh Islam dan tidak harus kita tolak hanya karena alasan itu tidak berasal dari Islam. Sebab kadang-kadang menjadi keliru, Islam itu artikan Arab, pokoknya apa yang dari Arab dianggap sebagai Islam. Sehingga kadang Rebana diambil sedangkan Gending ditolak, itu yang kami tidak pas. Kalau rebana kita ambil, kenapa Gending kita tolak?!. 

Suatu saat kami datang di Papua, kami sampai berbicara kepada Bupaya Keimana waktu itu, "kenapa menyambut tamu harus menyambut tamu?, kenapa tidak pakai bunyi-bunyian orang Papua?". Pak Bupati waktu itu menjawab ; "Pak, Rebana itu disini sudah menjadi milik orang Papua".

Sumber : http://www.muslimedianews.com/2015/06/kh-ali-mustofa-yakub-islam-sangat.html#ixzz4n52ty5a6

No comments:

Post a Comment